Kabupaten Bungo adalah salah
satu kabupaten di Provinsi Jambi, Indonesia. Kabupaten ini berasal
dari hasil pemekaran Kabupaten Bungo Tebo tanggal 12 Oktober 1999.
Luas wilayahnya 4.659 km² (9,80% dari luas Provinsi Jambi) dengan
populasi 303.135 jiwa (Sensus Penduduk Tahun 2010). Kabupaten ini
beribukota di Muara Bungo. Sebelumnya merupakan pemekaran dari
Kabupaten Bungo Tebo. Kabupaten ini terdiri dari 17 kecamatan.
Kabupaten ini memiliki kekayaan alam yang melimpah diantaranya sektor
perkebunan yang ditopang oleh karet dan kelapa sawit dan sektor
pertambangan ditopang oleh batubara. Selain itu Kabupaten Bungo juga
kaya akan emas yang tersebar hampir di seluruh wilayah Kabupaten
Bungo.
Lambang Kabupaten Bungo
Lambang bagi suatu daerah memiliki arti yang teramat
dalam. Dari suatu lambang dapat di ketahui karakteristik suatu daerah
dan juga kehidupan masyarakatnya. Begitu bermaknanya arti sebuah
lambang, maka untuk membuatnyapun tidak segampang membalikkan telapak
tangan. Dibutuhkan orang-orang yang pandai untuk membuat suatu
lambang dan arti dari lambang yang dibuat tersebut.
Sampai saat ini, mungkin masih sedikit masyarakat
Bungo yang mengetahui arti dari setiap gambar dan garis yang ada pada
lambang Kabupaten Bungo.
Jumlah Kelopak Bunga Jambu Lipo Sebanyak 8 Helai
Melambangkan Kabupaten Bungo terdiri dari 8 buah eks
marga yaitu Bathin II Ilir, Bathin II Babeko, Bathin VII Pelepat,
Bathin III Ulu, Bathin V/VII Tanah Tumbuh, Tanah Sepenggal dan
Jujuhan. Kemudian Bathin II Ilir dan Bathin II Babeko menjadi
Kecamatan Muara Bungo, Bathin II Ulu dan Bathin VII menjadi Kecamatan
Rantau Pandan, Marga Pelepat Menjadi Kecamatan Pelepat, Bathin V/VII
menjadi Kecamatan Tanah Tumbuh, Marga Tanah Sepenggal menjadi
Kecamatan Tanah Sepengggal dan Marga Jujuhan menjadi Kecamatan
Jujuhan.
Ketayo Pelito dan Keris dengan latar belakang
gung
Ketoya Pelito merupakan alat penerang/lampu, karya
khas masyarakat Bungo serta Simbolis mengandung arti sebagai pelita
yang tak kunjung padam adalah simbol masyarakat daerah ini yang tak
kenal menyerah.
Keris dengan Lima Letukan Ujung Lancip yang
berdiri tegak lurus dibelakang ketayo
Adalah lambang perjuangan menentang penjajahan dan
kemelaratan, dimana hal ini merupakan semangat juang terus hidup
sepanjang zaman berdasarkan dan dipimpin oleh hikmah. Serta melambangkan lima induk UU sebagai dasar hukum
(adat), dasar kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Kubah Mesjid
Melambangkan keagamaan dan ketaqwaan serta
kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa, di mana masyarakat Kabupaten
Bungo sangat meyakini dalam semua aspirasi dan etika masyarakat tidak
akan tercapai tanpa ridho Tuhan YME, karena kepada-Nya lah manusia
berserah diri.
Sembilan Belas Biji Padi dan Sepuluh Kuntum Bungo
Dani saling impit rangkai diikat sebuah pita
Melambangkan kemakmuran dan kebahagiaan masyarakat.
Sedangkan jumlah biji sebanyak 19 buah sebagai lambang 19 dan 10
kuntum Bungo Dani sebagai lambang bulan 10, dimana tanggal dan bulan
ini Daerah Tingkat II Kabupaten Bungo Tebo di resmikan yang tetap
dipertahankan simbol Kabupaten Bungo sebagai kabupaten induk.
Pita Bertulis Motto Kabupaten Bungo dalam bahasa
daerah bertulis langkah serentak limbai seayun yang bermaksud :
- Sebagai pernyataan bahwa anak negeri mempunyai sifat watak dan pendirian. Satu kata lahir dengan batin, sekato mulut dengan hati, satu kato dengan pembicaraan.
- Anak negeri seiyo sekato bersama-sama pemimpin dalam membangun derah, mengutamakan musyawarah dan mufakat, memelihara persatuan dan kesatuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
- Masyarakat Kabupaten Bungo yang berdiam didalam negeri berpagar.
Undang, rumah berpagar adat, tepian berpagar baso,
haruslah tudung menudung bak daun sirih, jahit menjahit bak daun
petai, hati gajah sama dilapah, hati tungau sama dicecah, adat sama
diisi, lembgo sama-sama dituang, peritah samo dipatuhi, bak saluko
adat Berat samo dipikul ringan samo dijinjing, kebukit samo
mendaki kelurah samo menurun ado samo dimakan idak samo dicari,
seciap bak ayam sedencing bak besi, kok malang samo merugi bak balado
samo mendapat serta terendam samo basah terampai samo kering.
Anak Negeri seukur, satu kata batin dengan penghulu
(pimpinan) selarik sejajar, cerdik sehukum, malam seagama, tuo-tou
searah seayun, anak-anak negeri seiyo sekato barulah bumi aman padi
menjadi, rumput mudo kerbaunyo gemuk, baumo mendapat padi, menambang
mendapat emeh (emas), buah-buahan segalo menjadi, baru basuo bak kato
seluko adat keayik cemetik keno, kedarat durian gugur, lemang
terbujur diatas dapur, anak negeri aman makmur.
Garis tebal berliku-liku sebanyak empat buah
melambangkan adanya empat sungai besar dalam daerah Kabupaten
Bungo yaitu Sungai Batang Tebo, Sungai Batang Bungo, Sungai Batang
Pelepat dan Sungai Batang Jujuhan, dimana sungai-sungai tersebut
sangat potensial sebagai sumber kehidupan sosial ekonomi masyarakat.
Dua garis tebal vertikel dan dua buah garis
horizontal yang menjadi enam buah ruang yang hampir sama ukurannya.
Melambangkan bahwa Kabupaten Bungo adalah sebanyak
enam kecamatan yaitu Muara Bungo, Tanah Tumbuh, Pelepat, Tanah
Sepenggal, Rantau Pandan dan Jujuhan.
Rantai yang terletak pada posisi antara dua garis
tebal melambangkan Kabupaten Bungo sebagai kabupaten induk
berdiri tahun 1945. Sebagai simbol persatuan dan disiplin, sedangkan
mata rantai yang berjumlah 65 buah melambangkan tahun 65 (1965)
sebagai tahun berdirinya Kabupaten Bungo.
Warna Lambang :
- Merah, lambang keberanian yang terletak pada tulisan langkah Serentak Limbai Seayun dan Kabupaten Bungo serta pada api.
- Hijau, lambang kesuburan terletak pada dasar lambang (hijau muda) dan kubah mesjid.
- Kuning, lambang kebesaran terletak pada padi, gung dan latar belakang kubah mesjid.
- Hitam, lambang kesetiaan terletak pada dua garis tebal pinggir dan garis pembagi lambang.
- Putih, lambang kesucian terletak pada pita, kelompak Jambu Lipo dan pada Bungo Dani.
Pengertian Lambang :
- Keagamaan, disimbolkan dengan melambangkan Kubah Mesjid.
- Perjuangan, disimbolkan dengan Keris dan Pelito.
- Perikehidupan rakyat, disimbolkan dengan padi dan Garis Sungai.
- Kebudayaan, disimbolkan dengan Ketayo dan Gung.Topografi Kabupaten Bungo
Kabupaten Bungo terletak di bagian barat Provinsi Jambi dengan luas wilayah sekitar 7.160 km2. Wilayah ini secara geografis terletak pada posisi 101º 27’ sampai dengan 102º 30’ Bujur Timur dan di antara 1º 08’ hingga 1º 55’ Lintang Selatan. Berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Bungo berbatasan dengan Kabupaten Tebo dan Kabupaten Darmasraya (Sumbar) di sebelah utara, Kabupaten Tebo di sebelah timur, Kabupaten Merangin di sebelah selatan, dan Kabupaten Kerinci di sebelah barat. Wilayah Kabupaten Bungo secara umum adalah berupa daerah perbukitan dengan ketinggian berkisar antara 70 hingga 1300 M dpl, di mana sekitar 87,70 persen di antaranya berada pada rentang ketinggian 70 hingga 499 M dpl. Sebagian besar wilayah Kabupaten Bungo berada pada Sub Daerah Aliran Sungai (Sub-Das) Sungai Batang Tebo. Secara geomorfologis wilayah Kabupaten Bungo merupakan daerah aliran yang memiliki kemiringan berkisar antara 0 – 8 persen (92,28 persen).Sebagaimana umumnya wilayah lainnya di Indonesia, wilayah Kabupaten Bungo tergolong beriklim tropis dengan temperatur udara berkisar antara 25,8° - 26,7° C. Curah hujan di Kabupaten Bungo selama tahun 2004 berada di atas rata-rata lima tahun terakhir yakni sejumlah 2398,3 mm dengan jumlah hari hujan sebanyak 176 hari atau rata rata 15 hari per bulan dan rata rata curah hujan mendekati 200 mm per bulan.
Tempat Kunjungan Wisata
- Air Terjun Tegan Kiri, terdapat di Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan, berjarak ± 31 Km dari ibukota kabupaten.
- Gua alam, terletak di Desa Rantau Pandan, Kecamatan Rantau Pandan, dan di Desa Sungai Beringin, Kecamatan Pelepat, berjarak ± 31 Km dan ± 40 Km dari ibukota kabupaten.
- Sumber air panas, terdapat di Kecamatan Tanah Tumbuh, berjarak sekitar 41 Km dari ibukota kabupaten.
- Wisata alam, berupa Dam Semagi di Kecamatan TanSti Tumbuh, berjarak sekitar 40 Km dari ibukota kabupaten
- Air Terjun Punjung Empat, Penamaan air terjun ini karena airnya berasal dari Bukit Punjung dengan puncak tinggi bertingkat. Terletak di Rantau Keloyang Kecamatan Pelepat. Anda dapat tiba di sana dengan berkendaraan roda empat sepanjang 26 Km dan kemudian 4 km lagi masih harus berjalan kaki. Anda tak perlu merasa sia-sia. Searah bagian hulu dengan air terjun ini terdapat tiga buah gua alam. Cerukan gua bervariasi antara 3,5 sampai 35 meter dengan ketinggian permukaan 3 - 7 meter. Siapa tahu nasib anda baik, maka anda dapat membawa sarang burung layang-layang yang mahal itu. Itupun kalau belum dipanen masyarakat desa. Gua ini disebut Gua Batu Luah Muaro.
- Bunga Bangkai (Amorphopallus titanum). Bunga Bangkai ini umumnya mempunyai tinggi 1 - 3 Meter dari permukaan tanah. Pada waktu mengembang menyebarkan aroma amis bau bangkai. Bau ini mengundang serangga (lalat, kembang). Vegitasi bunga terdiri dari batang yang tumbuh keras dari tanah dan di atasnya bebentuk makota bunga berbentuk selendang dengan kuncup atas berbentuk paku raksasa berwarna merah hati. Pada beberapa tempat di sudut perumahan masyarakat sering tumbuh jenis bunga bangkai yang vegitasinya rendah berbentuk Kol dengan warna merah hati. Pada saat mengembang diameter mahkota bunga hampir setengah meter.
- Gua Alam, Kendati tidak begitu besar, pada cerukan bukit di Dusun Lubuk Mayan lebih kurang 20 Km dari Muara Bungo dan juga Goa Alam ini terdapat di Dusun Apung Mudik yang tidak jauh dari Dusun lubuk Mayan Kecamatan Rantau Pandan. Goa alam di Dusun Lubuk Mayan dikenal masyarakat sebagai Goa Kelelawar. Ribuan kelelawar beterbangan membentuk barisan menghitam bila keluar atau masuk goa dikala menjelang malam atau menjelang subuh hari dan ini merupakan suatu atraksi alam yang sukar dicari di tempat lain dalam lingkungan alam yang masih lestari. Asal anda jeli maka akan terlihat sang pimpinan yang bertubuh sedikit besar dari yang lainnya. Tempat bergantungnyapun tertentu seolah mahligai kebesaran berada di relung tinggi. Beda jika anda memasuki Goa di Dusun Apung Mudik Kecamatan Rantau Pandan. Berbagai bentuk Batu Granit akan ditemukan di sela lelehan air menembus bak lilin. Masyarakat dusun menyebutnya Goa itu Goa Tetesan Lilin. Tak jauh dari Goa bila melayang di atas sungai akan dijumpai sebuah lubuk dengan air berpusar berdiameter hampir 10 meter. Menurut cerita pusaran air terjadi karena ada cerukan batu atau lubang yang mempunyai hubungan dengan suatu daerah bunian (makluk halus).
No comments:
Post a Comment