Gbr. Sketsa pensil W. Weatcroft (Januari 2008) sosok Uhang Pandak |
Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) banyak menyimpan misteri, salah satunya adalah tentang mahluk atau orang bunian yang dipercaya merupakan komunitas manusia hutan. Masyarakat setempat menyebutnya "Uhang Pandak" yang berarti orang bertubuh pendek atau orang pendek. Mereka adalah mahluk yang hidup di atas tanah, berjalan dengan kedua kakinya dengan tubuh di penuhi bulu-bulu pendek yang berwarna abu-abu hingga coklat dan memiliki tinggi tubuh sekitar 80 cm sampai 150 cm.
Cerita tentang Uhang Pandak telah di kisahkan secara turun-temurun di dalam kebudayaan masyarakat sekitar terutama Suku Anak Dalam (SAD) yang hidup di belantara hutan TNKS. Mungkin bisa dikatakan, Suku Anak Dalam atau suku kubu telah hidup berdampingan dengan Uhang Pandak di kawasan tersebut. Walaupun demikian jalinan sosial diantara mereka tidak pernah ada.
Uhang Pandak merupakan mahluk yang keberadaanya telah diketahui sejak puluhan tahun lalu, namun hingga saat ini sulit menemukan bukti fisik dan otentik tentang keberadaan mahluk ini. Keberadaan mahluk ini sendiri sering dilaporkan oleh orang-orang yang secara tidak sengaja bertemu dengan mahluk Uhang Pandak, banyak dari wisatawan dan peneliti dari mancanegara yang melakukan riset tentang alam Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) secara tidak sengaja bertemu dengan kumpulan mahluk yang disebut Uhang Pandak ini.
Kesaksian yang paling terkenal adalah kesaksian Mr. Van Heerwarden pada tahun 1923. Beliau adalah seorang Zoologiest, yang pada saat itu sedang melakukan penelitian di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Beliau menuliskan tentang pertemuannya dengan beberapa mahluk gelap dengan banyak bulu di badannya. Tinggi tubuh mereka beliau gambarkan setinggi anak kecil berusia 3-4 tahun, namun dengan bentuk wajah yang lebih tua dan dengan rambut hitam sebahu. Van Heerwarden sadar, mereka bukan sejenis siamang atau primata lainnya. Ia tahu mahluk-mahluk itu menyadari keberadaannya saat itu, sehingga Uhang Pandak itupun berlari menghindari manusia.
Satu hal yang membuat Mr. Van Heerwarden terheran-heran, semua mahluk itu memiliki persenjataan berbentuk tombak dan mereka berjalan tegak layaknya manusia berjalan. Semenjak itu, Mr. Van Heerwarden terus berusaha mencari tahu mahluk apa tersebut, namun usahanya gagal dan tidak bisa menemukan kembali mahluk Uhang Pandak tersebut.
Selama tiga tahun terakhir, para peneliti lokal dan mancanegara telah menjelajahi hutan TNKS untuk menemukan bukti-bukti keberadaan komunitas Uhang Pandak. Mereka telah melakukan banyak cara, mulai dari memasang kamera trapping di wilayah hutan terutama daerah dimana sering terjadi laporan penampakan para mahluk tersebut sampai dengan pembuatan perangkap untuk menangkap salah satu dari mahluk itu. Namun, usaha itu juga gagal dan tidak menemukan bukti-bukti keberadaan Uhang Pandak.
Para ahli merasa kuatir jika memang eksistensi keberadaan Uhang Pandak ini ada, bukan tidak mungking mereka sedang terancam kepunahan sebagai akibat dari aktifitas penebangan hutan dan penghancuran lingkungan atau habitat mereka.
Selain Uhang Pandak banyak komunitas orang bunian lain yang dipercaya oleh masyarakat di berbagai daerah. Sebagian kepercayaan tersebut bahkan mengatakan bahwa komunitas masyarakat orang bunian itu bukan komunitas mahluk halus, namun suatu mahluk yang mirip manusia yang memiliki sedikit perbedaan dengan mahluk manusia. Ada yang beranggapan bahwa mahluk orang bunian adalah ras manusia tersendiri dan merupakan bagian dari ras mahluk manusia kuno.
Terlepas dari benar tidaknya mereka adalah bagian dari mahluk halus, binatang ataupun ras manusia yang berbeda. Dunia tentunya masih menyimpan misteri mereka yang harus terus dilakukan penelitian tentang kebenaran keberadaannya.
No comments:
Post a Comment